Nuriana Yulianti

Guru Bahasa Arab di MAN 1 Ponorogo Jawa Timur dan Pengajar di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Ponorogo...

Selengkapnya
Navigasi Web

GEMBIRA ATAU MERANA

#Tantangan Menulis Hari Ke 33

#TantanganGurusiana

Bu Farah menghela nafas lega. Akhirnya, Farel -anaknya yang kuliah di luar kota- pulang sebab adanya wabah covid 19. Dia akan bisa maksimal menjaga buah hatinya, begitu pikir bu Farah.

Tiga hari bermukim di rumah, tiba-tiba Farel panas. Saat dibawa berobat ke balai pengobatan,  dokter yang memeriksa langsung pasang muka tegang begitu tahu keluhan pasien adalah panas. 

Beragam aturan langsung diterapkan. "Ibu harap berhenti di belakang garis merah itu. Sementara tidak usah duduk, ditunggu sambil berdiri saja," kata perawat tak kalah tegang. Bu Farah paham, memang tenaga medis itu mengikuti SOP yang telah ditetapkan. 

Tiga hari berlalu sudah. Tapi panas dingin Farel tak kunjung reda. Daripada pikirannya was was, Farel dibawa ke dokter keluarga. Di sini bahkan pasien tidak diperkenankan bertemu dokter. Sebab Farel baru saja datang dari daerah zona merah, begitu alasan tim medis. Walhasil bu Farah malah mendapat surat rujukan ke RSUD untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Luar biasa, sebentar gembira, sebentar kemudian merana. Perasaan itu dikendalikan otak dan hati. Bagaimana kita tetap bisa tenang berpikir dalam situasi yang berubah- ubah di luar dugaan kita?

Farel anaknya semata wayang, dihadapkan dalam kondisi seperti ini jelas rasa cemas mendominasi. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak. Akhirnya dengan melawan rasa gelisah, Farelpun dibawa ke RSUD. Bu Farah dan suaminya berbagi tugas. 

Malam itu, di IGD RSUD kotanya, Farel menjalani serangkaian pemeriksaan. Mulai pengambilan sambel darah untuk diuji di laboratorium. Berikutnya rontsen untuk memastikan kondisi paru-parunya. Pemeriksaan suhu tubuh berulang kali dilakukan, bahkan tiap masuk ruangan, mulai dari pintu gerbang RSUD.

Benar-benar melelahkan, tapi ini semua harus dilalui tanpa ada yang boleh dilewati. Sambil menyusuri lorong menuju ruang rontsen, bu Farah mengamati bahwa  kursi tunggu pasien diberi tanda silang warna merah. Praktis tempat duduk antar pasien diberi jarak dua kursi.

Tak terasa, 5 jam sudah proses itu. Sekarang jarum jam menunjukkan angka 2 dini hari. Rasa merana itu berganti gembira saat bu Farah menerima hasil lab. Semuanya menggembirakan. Panas yang diderita Farel adalah sakit biasa. Begitu tipis berubahnya bahagia dan merana.

Andai semua orang punya hati yang kuat mengatasi cobaan. Tentunya tak akan ada rasa cemas yang berlebihan. Tapi sebagai ibu, bu Farah belum bisa mampu.

Ponorogo, 040420

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post